Kamis, 19 Desember 2013

Sejarah Kawitan Arya Tegeh Kuri


OLEH : I KOMANG OKA ARDANA
BAB I
PENDAHULUAN
      Ajaran Siva Sidhanta di Bali terdiri dari tiga kerangka utama yaitu Tatwa, Susila dan Upacara keagamaan. Tatwa atau filosofi yang mendasarinya adalah ajaran Siva Tatwa. Di dalam Siva Tatwa, Sang Hyang Widhi adalah Ida Bhatara Siva. Dalam lontar Jnana Sidhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siva adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara-Bhatari. Bhatara Siva sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai puja, Mantra di tulis dalam aksara rerajahan dan juga disimbolkan pada alat upacara serta aspek kehidupan beragama lainnya.  Tempat-tempat pemujaan menunjukkan tempat memuja Bhatara Siva dalam manifestasi beliau. Beliau di puja sebagai Siva Raditya di Padmasana, di puja di Tri Murti di sanggah, paibon, Kahyangan Desa, dan Kahyangan Jagat. Pemujaan Tuhan pada berbagai tempat sebagai Ista Dewata sesuai dengan ajaran Tuhan ada di mana-mana. Demikianlah orang Bali menyembah Tuhan di semua tempat, di Pura Dalem, Pura Desa, Pura Puseh, Bale Agung, Pempatan Agung, Peteula, setra, Segara, Gunung, Sawah, Dapur, dan sebagainya. Hal ini juga merujuk pada penyatuan Siva Sidhanta di Bali. Setiap keluarga memiliki Tempat suci untuk memuja Tuhan, dan tempat suci ini disebut dengan Sanggah Merajan.
      Sanggah Pamerajan berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar = Tempat Suci. Pamerajan berasal dari kata Praja = Keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya Tempat Suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek “sanggah atau merajan”. Tidak berarti bahwa sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Merajan
Sanggah Pamerajan berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar = Tempat Suci. Pamerajan berasal dari kata Praja = Keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya Tempat Suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek “sanggah atau merajan”. Tidak berarti bahwa sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa. Yang satu ini kekeliruan di masyarakat dan perlu untuk diluruskan.
Menurut bentuknya Sanggah Pamerajan mempunyai tiga versi :
a.       Yang mengikuti konsep Mpu Kuturan (Tri Murti) : Maka pelinggih yang letaknya di hulu (kaja-kangin) adalah pelinggih kemulan (Rong Tiga, Dua, Satu), tidak mempunyai pelinggih Padmasana/Padmasari.
b.      Yang mengikuti konsep Danghyang Nirarta (Tri Purusha) : Maka pelinggih yang letaknya di hulu (kaja-kangin) adalah pelinggih Padmasana/Padmasari, sedangkan pelinggih kemulan tidak berada di Utama Mandala.
c.       Kombinasi keduanya : Biasanya dibangun setelah abad ke-14, maka pelinggih Padmasana/Padmasari tetap di hulu, namun di sebelahnya pelinggih kemulan.
Tri Murti adalah stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Ang-Ung-Mang (AUM=OM) atau Brahma, Visnu, Siva adalah kedudukan Sanghyang Widji dalam posisi Horizontal, dimana Brahma di arah Daksina, Visnu di Utara, dan Siva di Madya.
Tri Purusha adalah keyakinan stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Siva - Sada Siva - Parama Siva, adalah kedudukan Sanghyang Widhi dalam posisi vertical, dimana Parama Siva yang tertinggi kemudian karena terpengaruh Maya menjadilah Sada Siva dan Siva.
Yang mana yang baik/ tepat?
1.      Menurut keyakinan masing-masing.
2.      Namun ada acuan, bahwa konsep Mpu Kuturan di sebarkan di Bali pada abad ke-11. Konsep Danghyang Nirarta dikembangkan di Bali sejak abad ke-14, berdasarkan wahyu yang diterima beliau di Purancak/Jembrana.
3.      Menurut pendapat saya, menggunakan kedua konsep tersebut adalah yang terbaik dan tepat mengingat Sanghyang Widhi ada dimana-mana baik dalam kedudukan Horizontal maupun Vertikal.
Namun demikian tidaklah berarti sanggah Pamerajan yang sudah kita warisi berabad-abad lalu di bongkar, karena dalam setiap upacara, para Sulinggih sudah “ngastiti” Bhatara Siva Raditya (Tri purusha) dan juga Bhatara Hyang Guru (Tri Murti).
2.2 SEJARAH KAWITAN ARYA TEGEH KORI
Arya Kenceng Tegeh Kuri (bukan Kori) adalah anak kandung dari Dalem (Raja). Ada dua kemungkinan ‘Dalem’, yaitu:
  1. Dalem Sri Kresna Kepakisan, raja I setelah pendudukan Majapahit, beristana di Puri Samprangan.
  2. Dalem Agra Samprangan, raja II setelah wafatnya Sri Kresna Kepakisan, juga tetap beristana di Puri Samprangan.
Ketidakjelasan tentang raja yang mana, karena:
  1. Dalam babad Arya Kenceng Tegeh Kuri tidak jelas disebutkan nama Dalem.
  2. Dalam babad Dalem, tidak pernah disebutkan bahwa kedua raja itu pernah mempunyai anak yang ‘dihadiahkan’ kepada Arya Kenceng.
Perkiraan itu muncul karena Arya Kenceng adalah salah satu panglima perang dari pasukan Gajah mada yang menaklukkan Bali di tahun 1300, jadi seangkatan dengan Dalem Sri Kresna Kepakisan, atau menjadi penglingsir Dalem berikutnya.
Anak (putra) Dalem itu dianggap bersalah karena merangkul ayahnya yang sedang duduk di balai persidangan. Oleh karena bersalah, maka anaknya dipecat’ sebagai anak, kemudian diberikan kepada Arya Kenceng untuk diboyong ke istananya di Buahan, Tabanan, serta diberi nama Arya Kenceng Tegeh Kuri (AKTK). Sementara itu Arya Kenceng mempunyai anak kandung bernama Arya Ngurah Tabanan. Setelah Arya Kenceng wafat, terjadi perselisihan diantara anak kandung dan anak angkat, sehingga Arya Kenceng Tegeh Kuri merantau dan akhirnya menetap di Benculuk (Tonja – Denpasar). Suatu ketika, Arya Kenceng Tegeh Kuri mempunyai anak gadis bernama Ni Gusti Ayu Mimba, gadis ini diperebutkan oleh anak Arya Ngurah Tabanan bernama Arya Pucangan, dengan rivalnya, putra Raja Menguwi. Karena Arya Kenceng Tegeh Kuri memihak Menguwi, maka puri Benculuk digempur oleh Arya Pucangan, maka disinilah berakhirnya kerajaan Benculuk. Keturunan Arya Kenceng Tegeh Kuri semuanya menyebar ke seluruh Bali.
2.3 PELINGGIH-PELINGGIH YANG ADA DI KAWITAN ARYA TEGEH KURI
      Fungsi Sanggah / Pamerajan berdasarkan keyakinan umat Hindu di Bali, Sanggah / Pamerajan berfungsi :
a.       Sebagai tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dan Para Leluhur / Kawitan.
b.      Sebagai tempat berkumpul sanak keluarga dalam upaya mempererat tali keluarga.
c.       Sebagai tempat kegiatan sosial / pendidikan yang berkaitan dengan Agama.
Beberapa Pelinggih dalam merajan antara lain :
1.      Pelinggih Surya : Merupakan sebuah bangunan untuk memuja Sang Hyang Surya  Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritual yadnya. Dalam Lontar Siwagama, gelar Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas anugrah dari Dang Guru (Dewa Siwa) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang Surya di berikan anugrah juga sebagai Upa Saksi segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan. Dari uraian ini jelas tampak jelas adanya sekte Sora (Surya). Dalam lontar Sivagama diuraikan bahwa Bhatara Siva mempunyai murid-murid terdiri dari para Deva. Diantaranya ada murid yang paling pintar dan bisa meniru Siva, murid ini adalah Bhatara Surya. Oleh karena itu Bhatara Surya di anugrahi nama tambahan, yaitu Sanghyang Siva Raditya dan berwenang sebagai wakil-Nya di dunia.
Busana : Sarwa Putih, Payung Putih.
2.      Pelinggih Gunung Agung : Merupakan sebuah bangunan sebagai bentuk pengayatan kepada Bhatara-Bhatari yang yang berstana di Gunung Agung (Sebagai Purusa). Dan karena dahulu kita tidak bisa datang langsung ke Gunung Agung, sehingga di buatkan lah pelinggih Gunung Agung untuk memudahkan memuja beliau.
Busana :Sarwa Putih Payung Putih.
3.      Pelinggih Gunung Batur : Merupakan sebuah bangunan sebagai bentuk pengayatan kepada Bhatara-Bhatari yang berstana di Gunung Batur (Sebagai Pradana). Dan karena dahulu juga kita tidak bisa datang langsung ke Gunung Batur, maka dibuatkanlah pelinggih Gunung Batur untuk memudahkan memuja beliau.
Busana : Sarwa Kuning, Payung Kuning.
4.      Pelinggih Batur Sari : Merupakan sebuah bangunan untuk memuja Dewi Danuh. Menurut sejarah keluarga, Dewi Danuhlah yang memberi anugrah kepada Arya Kenceng Tegeh Kori sehingga menjadi raja, dan untuk menghormati Dewi Danuh maka dibangunlah pelinggih Batur Sari.
Busana : Sarwa Putih, Tedung Putih.
5.      Pelinggih Kawitan Arya Kenceng Tegeh Kori : Merupakan sebuah bangunan untuk memuliakan leluhur Bhatara Tegeh Kori. Kita memuja Bhatara Tegeh Kori karena kita adalah keturunan beliau. Arya Kenceng Tegeh Kori adalah anak kandung dari Dalem (Raja). Ada dua kemungkinan ‘Dalem’, yaitu:
a.       Dalem Sri Kresna Kepakisan, raja I setelah pendudukan Majapahit, beristana di Puri Samprangan.
b.      Dalem Agra Samprangan, raja II setelah wafatnya Sri Kresna Kepakisan, juga tetap beristana di Puri Samprangan.
Busana : Sarwa Putih.
6.      Pelinggih Mas Pahit/Manjangan Salwang : Merupakan stana dari Mpu Kuturan dengan bhiseka limas pahit, penyebab dan penyempurna agama Hindu di Bali abad ke-10, bentuk pelinggih ini berisi kepala menjangan lengkap dengan tanduknya.
Busana : Sarwa Putih, Payung Putih.
7.      Pelinggih Mas Madura : Merupakan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai kompleks ekonomi, yang sama hal nya dengan gedong penyimpanan uang.
8.      Pelinggi Dewa Manik Ceraki : Merupakan sebuah bangunan untuk menghormati  seorang yang dahulu nya pedagang di Pasar.
9.      Pelinggih Dewa Ayu Mas Subandar : Merupakan sebuah bangunan untuk menghormati seorang saudagar yang dahulu pernah memberikan pekerjaan di Bali.
10.  Pelinggih Dewa Ngurah Rambut Sedana : Merupakan stana dari Dewi Sri dengan  bhiseka Sri Sedana atau Limascatu yaitu sakti (kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia.
11.  Pelinggih Kemulan : Pelinggih Kemulan adalah pelinggih yang terdiri dari 3 rong ( ruangan ) yaitu rong kanan, rong kiri, dan rong tengah. Kemulan ( ke_mula_an ) kalau diartikan kembali ke asal, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kembali dan menyatu kehadapan Beliau adalah merupakan tujuan daripada umat Hindu. Jadi Pelinggih Kemulan merupakan sumber daripada tujuan umat di dalam menjalani kehidupan, karena dengan adanya tujuan yang jelas maka umat kita tidak akan tersesat di dalam perjalanannya menjalani kehidupan ini. Sebelum mencapai tujuan yang terakhir tersebut yaitu kebahagiaan yang tertinggi, ada jenjang kebahagiaan yang harus dilalui yaitu kebahagian di ala mini yang disebut dengan Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma, atau kebahagiaan setelah kematian yang disebut Adhi Moksa. Kemulan juga Merupakan bangunan suci yang beruang tiga sebagai tempat pemujaan yang terdapat pada setiap rumah tangga. Menurut seminar kesatuan tafsir tahun 1984, fungsi dari sanggah kemulan adalah untuk memuja Tri Murti, Dewa Brahma berstana diruang kanan, Dewa Wisnu berstana diruang kiri, dan Dewa Siwa berstana diruang tengah. Maksud dari pembangunan pelinggih kemulan dalam lingkungan keluarga tiada lain agar kita selalu ingat dan memuja kebesaran Sang Hyang Widhi dalam kaitannya dengan hutang yang disebut dengan Tri Rnam. Yang dimaksud dengan Tri Rnam yaitu tiga hutang. Selain itu, kemulan juga merupakan linggih Guru Tiga (Guru Purwam, Guru Madya, Guru Rupam) sebagai linggih Roh suci yang telah mencapai Sidha Dewata (Dewa Pitara).
Busana : Sarwa Putih, Payung Putih.
12.  Pelinggih Taksu : Merupakan sebuah pelinggih yang terdapat disamping pelinggih Kemulan, Gedong Siwa, maupun Gedong Kawitan. Taksu berarti daya magic atau sakti. Sakti adalah symbol dari pada Bala atau kekuatan. Fungsi dari pelinggih ini adalah untuk memohon kekuatan gaib untuk pekerjaan yang digeluti bagi siapa yang mendirikan pelinggih tersebut. Taksu juga merupakan sthana atau penghayatan dari Ratu Ngurah Penyarikan/Dewa Indra. Dengan adanya Pelinggih Taksu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai spiritual yang patut dipetik sebagai penuntun hidup di bumi ini. Dengan adanya Pelinggih Kamulan Taksu ini dapat dikembangkan suatu pandangan bahwa bagaimana konsep taksu dari sudut pandang Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali. Dengan konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali ke depan untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang semakin dinamis.
Busana : Kain warna Selem.
13.  Pelinggih Lebuh : Merupakan sebuah bangunan yang berfungsi untuk memuja yang yang memiliki pekarangan yang ditempat tinggali dalam tataran niskala. Secara kepercayaan keluarga saya (Arya Kenceng Tegeh Kori) yang berstana di pelinggih Lebuh adalah Hyang Baruna.

14.  Pelinggih Jro Gede : Sebuah bangunan yang merupakan kristalisasi dari sekte Ganapatya dan merupakan tempat berstananya Dewa Gana. Jro Gede ini terletak di depan gapura dari sanggah. Jro Gede ini berfungsi sebagai penjaga pekarangan rumah atau sebagai pelindung dari mahluk-mahluk yang berusaha untuk mengganggu kita. Selain itu, pakaian saput poleng dari Jro Gede menandakan keseimbangan yang ada dialam ini.  
Busana : Kain Poleng.
15.  Pengapit Lawang : Dua buah bangunan pelinggih disebelah kiri dan kanan yang merupakan stana dari Bhatara Kalla dengan bhiseka jaga-jaga yang bertugas sebagai pecalang.
Busana : Kain Poleng.
16.  Pelinggih Pelik Sari : Merupakan sebuah bangunan untuk meletakkan pratima yang ada di sanggah (Bhatara-Bhatari syang di sungsung). Selain itu, Pelinggih Pelik Sari juga merupakan sthana dari Bhatara Kabeh.
Busana : Sarwa Putih, Tedung Putih.
17.  Pelinggih Anglurah : Anglurah merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan Swabawa-nya “Bhuta Dewa”. Maksudnya, berwujud setengah dewa setengah Bhuta, termasuk dalam kategori gandarwa. Beliau memiliki fungsi sebagai penjaga para Dewa. Di samping itu, juga sebagai juru bicara atau mediator antar-Dewa, dengan manusia sebagai umatnya. Dengan kata lain, beliau adalah penyampai sembah Bhakti umat dan penyampai anugrah dewata kepada manusia melalui kleteg hati manusia.
Bangunan suci atau pelinggih memiliki 2 macam bentuk, ada yang memakai bentuk Tepas Sari (seperti gedong) dan ada juga yang berbentuk Tepasana (tidak beratap). Kedua bentuk itu sama-sama sah.Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi dengan sebutan Penglurah sesungguhnya merupakan manifestasinya setelah Panca MahaBhuta.
Panca Maha Bhuta itu digolongkan menjadi lima kekuatan yang memiliki sifat Bhuta Dewa, yaitu sebagai berikut .
a.       Pertiwi. Pertiwai bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Tangkeb Langit. Kemahakuasaannya sebagai lurah (pepatih) Ida Sang Hyang Wisesa atau menjadi sedahan tugu di depan rumah (lebuh). Beliau memiliki kemahakuasaan sebagai Dewa Binatang Peliharaan, sebagai sedahan sawah.
b.      Teja. Teja bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Wayahan Tebha yang memiliki kemahakuasaan menjadi kekuatan gunung, hutan, tempat angker, dan jalan simpang empat (catus pata). Beliau menjadi lurah (pepatih) Sang Hyang Siwa Reka dan bersama pada bangunan suci di tengah pekarangan.
c.       Apah. Apah bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Made Jalalung yang berkuasa sebagai sedahan tumbuh-tumbuhan dan pohon besar yang angker. Beliau menjadi pepatih di Merajan dan beristana pada bangunan tugu Merajan atau Pura.
d.      Bayu. Bayu bermafestasi sebagai Ratu Anglurah Nyoman Sakti Pengadangan yang menguasai kekuatan daerah setra (kuburan), menjadi kekuatan danau, sungai, dan juga jurang. Beliau menjadi pepatih Sang Hyang Durga Manik yang beristana pada Penunggun Karang.
e.       Akasa. Akasa bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Ketut Petung yang menjadi kekuatan taksu segala profesi, menjadi Dewanya bayi, serta menjadi kekuatan Purusa dan Predana. Beliau menjadi pepatih dan beristana di bangunan Taksu di Merajan dan menjadi kekuatan profesi tukang perempuan dan laki-laki.
Busana : Kain Poleng.
2.4 PIODALAN/PUJAWALI DI MERAJAN          
Ring soang-soang Prahyangan merajan patut kejangkepin antuk rerontek, umbul-umbul miwah tunggal paling kedik kadi ring sor :
·         Umbul      : 1 (asiki) mesurat Naga.
·         Tunggul   : 1 (asiki) mesurat Wanara sakti.
·         Rerontek  : 1 (asiki) mesurat Garuda Sakti.
2.4.1 Ngayabang banten piodal ring Laapan rawuh pelinggih-pelinggih sami :
a.       Puja Surya Stawa :
Om Surya seloka nata sya, warade sya swareanam, sarwatah ta sya
Swarcanam, Suda naya santyasam.
Om Asita mandala mertyu, sitala satru nasanam, kawi wisya rakta teja, sarwa bawa bawet bawat.
b.      Ngayabang ring Lebuh :
(Banten sane munggah : Sorohan, pengulapan pengambean, linggih abale) soang-soang, anadahan anginum sama suka sira makabehan, sama amukti sari sira, Asungana manusanira urip waras, dirgayusa aja sira anyukertani.
Om Ang Ang Amerta ya namah
       Ang Ung Mang Siva amerta ya namah svaha.
c.       Puja Tri Bhuwana :
Om Siva nirmala twam guhyah,
Siva tatwa parayanah,
Sivasya pranata nityam,
Candisca namostute.
Om Newidyam Brahma Visnuca,
Bokta dewa Maheswara,
Sarwa wyadi nalabhati,
Sarwa karyanta sidhantam.
Om Jayanti jayam apniayat,
Yasarti yasam apnuti,
Sidhi sakalam apnuyat,
Parama Siva labhati.
Aturi Gandha, Aksata, Puspa miwah dupa lan Tirta.
Puja : Om Toyam, Gandhem, Aksatam, Dupham samarpayem ya namah.
d.      Puja Siva Sutram :
Om Siva sutram yadnya pawitraia,
       Prajapati yoga ayusyam,
       Bala wastu teja guhyanam,
       Triganam tri gunatmaka.
Om Hari prakoti surya,
Prakasam candra koti,
Mantra-mantra sadaksaram sarwa Deva,
Pita swayambhu bhargo dewasya dimahi,
Triganam tri gunatmaka.
Om Sadaksaram maha mantra,
       Redistam parama sadakani,
       Sada Siva angga ityuktam,
       Maha pataka wigna winanasanam.
Om Jyotir, jyotir, dhupam samarpayem ya namah svaha.
e.       Puja Pamuktian Deva :
Om Deva mukti maha sukam,
       Bojanam parama mertam,
       Deva mukti maha tustam,
       Bhukti Phala ksata ya namah.
Om Bhuktyamtu sarwa ta Deva,
       Bhuktyantu Tri Loka natha,
       Sagenah sapari warah,
       Sawargah sadasi dasah.
f.       Bhatara Sami :
Om Namo dewaya adistanaya,
Sarwa wyapi waisiwaya,
Padmasana eka pratistaya,
Arda Nareswari namo namah.
g.      Kemulan miwah Kawitan (Ista Dewata) :
-          Om Brahma Visnu Isvara dewam,
       Jivatmanam tri lokanam,
       Sarwa jagad pratistanam,
       Sudha klesa winasanam.
-          Om Guru dewa guru rupam,
       Guru madya guru purwam,
       Guru pantara dewam,
       Guru dewa sudha nityam.
Om Guru paduka bhyo namah svaha.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Sanggah Pamerajan berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar = Tempat Suci. Pamerajan berasal dari kata Praja = Keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya Tempat Suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek “sanggah atau merajan”. Tidak berarti bahwa sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa.
Ring soang-soang Prahyangan merajan patut kejangkepin antuk rerontek, umbul-umbul miwah tunggal paling kedik kadi ring sor :
·         Umbul      : 1 (asiki) mesurat Naga.
·         Tunggul   : 1 (asiki) mesurat Wanara sakti.
·         Rerontek  : 1 (asiki) mesurat Garuda Sakti.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Siva Siddhanta II.
Darmada, Nyoman. 2009. Tuntunan Pemangku Ngawekasang Yadnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar