OLEH : I KOMANG OKA ARDANA
BAB I
PENDAHULUAN
Ajaran Siva Sidhanta di Bali terdiri dari tiga kerangka utama
yaitu Tatwa, Susila dan Upacara keagamaan. Tatwa atau filosofi yang
mendasarinya adalah ajaran Siva Tatwa. Di dalam Siva Tatwa, Sang Hyang Widhi
adalah Ida Bhatara Siva. Dalam lontar Jnana Sidhanta dinyatakan bahwa Ida
Bhatara Siva adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara-Bhatari.
Bhatara Siva sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai puja, Mantra di tulis
dalam aksara rerajahan dan juga disimbolkan pada alat upacara serta aspek kehidupan
beragama lainnya. Tempat-tempat pemujaan
menunjukkan tempat memuja Bhatara Siva dalam manifestasi beliau. Beliau di puja
sebagai Siva Raditya di Padmasana, di puja di Tri Murti di sanggah, paibon,
Kahyangan Desa, dan Kahyangan Jagat. Pemujaan Tuhan pada berbagai tempat
sebagai Ista Dewata sesuai dengan ajaran Tuhan ada di mana-mana. Demikianlah
orang Bali menyembah Tuhan di semua tempat, di Pura Dalem, Pura Desa, Pura
Puseh, Bale Agung, Pempatan Agung, Peteula, setra, Segara, Gunung, Sawah,
Dapur, dan sebagainya. Hal ini juga merujuk pada penyatuan Siva Sidhanta di
Bali. Setiap keluarga memiliki Tempat suci untuk memuja Tuhan, dan tempat suci
ini disebut dengan Sanggah Merajan.
Sanggah Pamerajan berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar
= Tempat Suci. Pamerajan berasal dari kata Praja = Keluarga. Jadi Sanggah
Pamerajan artinya Tempat Suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya
orang menyebut secara pendek “sanggah atau merajan”. Tidak berarti bahwa
sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Merajan
Sanggah Pamerajan berasal
dari kata : Sanggah, artinya Sanggar = Tempat Suci. Pamerajan berasal dari kata
Praja = Keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya Tempat Suci bagi suatu
keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek “sanggah atau
merajan”. Tidak berarti bahwa sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk
Triwangsa. Yang satu ini kekeliruan di masyarakat dan perlu untuk diluruskan.
Menurut bentuknya Sanggah
Pamerajan mempunyai tiga versi :
a. Yang mengikuti konsep Mpu
Kuturan (Tri Murti) : Maka pelinggih yang letaknya di hulu (kaja-kangin) adalah
pelinggih kemulan (Rong Tiga, Dua, Satu), tidak mempunyai pelinggih
Padmasana/Padmasari.
b. Yang mengikuti konsep
Danghyang Nirarta (Tri Purusha) : Maka pelinggih yang letaknya di hulu
(kaja-kangin) adalah pelinggih Padmasana/Padmasari, sedangkan pelinggih kemulan
tidak berada di Utama Mandala.
c. Kombinasi keduanya :
Biasanya dibangun setelah abad ke-14, maka pelinggih Padmasana/Padmasari tetap
di hulu, namun di sebelahnya pelinggih kemulan.
Tri Murti adalah stana
Sanghyang Widhi sesuai dengan Ang-Ung-Mang (AUM=OM) atau Brahma, Visnu, Siva
adalah kedudukan Sanghyang Widji dalam posisi Horizontal, dimana Brahma di arah
Daksina, Visnu di Utara, dan Siva di Madya.
Tri Purusha adalah keyakinan
stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Siva - Sada Siva - Parama Siva, adalah
kedudukan Sanghyang Widhi dalam posisi vertical, dimana Parama Siva yang
tertinggi kemudian karena terpengaruh Maya menjadilah Sada Siva dan Siva.
Yang mana yang baik/ tepat?
1. Menurut keyakinan
masing-masing.
2. Namun ada acuan, bahwa
konsep Mpu Kuturan di sebarkan di Bali pada abad ke-11. Konsep Danghyang
Nirarta dikembangkan di Bali sejak abad ke-14, berdasarkan wahyu yang diterima
beliau di Purancak/Jembrana.
3. Menurut pendapat saya,
menggunakan kedua konsep tersebut adalah yang terbaik dan tepat mengingat
Sanghyang Widhi ada dimana-mana baik dalam kedudukan Horizontal maupun Vertikal.
Namun demikian tidaklah
berarti sanggah Pamerajan yang sudah kita warisi berabad-abad lalu di bongkar,
karena dalam setiap upacara, para Sulinggih sudah “ngastiti” Bhatara Siva
Raditya (Tri purusha) dan juga Bhatara Hyang Guru (Tri Murti).
2.2 SEJARAH KAWITAN ARYA TEGEH KORI
Arya Kenceng
Tegeh Kuri (bukan Kori) adalah anak kandung dari Dalem (Raja). Ada dua
kemungkinan ‘Dalem’, yaitu:
- Dalem Sri Kresna Kepakisan, raja I setelah pendudukan Majapahit, beristana di Puri Samprangan.
- Dalem Agra Samprangan, raja II setelah wafatnya Sri Kresna Kepakisan, juga tetap beristana di Puri Samprangan.
Ketidakjelasan tentang raja yang
mana, karena:
- Dalam babad Arya Kenceng Tegeh Kuri tidak jelas disebutkan nama Dalem.
- Dalam babad Dalem, tidak pernah disebutkan bahwa kedua raja itu pernah mempunyai anak yang ‘dihadiahkan’ kepada Arya Kenceng.
Perkiraan itu
muncul karena Arya Kenceng adalah salah satu panglima perang dari pasukan Gajah
mada yang menaklukkan Bali di tahun 1300, jadi seangkatan dengan Dalem Sri
Kresna Kepakisan, atau menjadi penglingsir Dalem berikutnya.
Anak (putra)
Dalem itu dianggap bersalah karena merangkul ayahnya yang sedang duduk di balai
persidangan. Oleh karena bersalah, maka anaknya dipecat’ sebagai anak, kemudian
diberikan kepada Arya Kenceng untuk diboyong ke istananya di Buahan, Tabanan,
serta diberi nama Arya Kenceng Tegeh Kuri (AKTK). Sementara itu Arya Kenceng
mempunyai anak kandung bernama Arya Ngurah Tabanan. Setelah Arya Kenceng wafat,
terjadi perselisihan diantara anak kandung dan anak angkat, sehingga Arya
Kenceng Tegeh Kuri merantau dan akhirnya menetap di Benculuk (Tonja –
Denpasar). Suatu ketika, Arya Kenceng Tegeh Kuri mempunyai anak gadis bernama
Ni Gusti Ayu Mimba, gadis ini diperebutkan oleh anak Arya Ngurah Tabanan
bernama Arya Pucangan, dengan rivalnya, putra Raja Menguwi. Karena Arya Kenceng
Tegeh Kuri memihak Menguwi, maka puri Benculuk digempur oleh Arya Pucangan,
maka disinilah berakhirnya kerajaan Benculuk. Keturunan Arya Kenceng Tegeh Kuri
semuanya menyebar ke seluruh Bali.
2.3
PELINGGIH-PELINGGIH YANG ADA DI KAWITAN ARYA TEGEH KURI
Fungsi Sanggah / Pamerajan berdasarkan
keyakinan umat Hindu di Bali, Sanggah / Pamerajan berfungsi :
a.
Sebagai tempat suci untuk memuja Sang
Hyang Widhi Wasa dan Para Leluhur / Kawitan.
b.
Sebagai tempat berkumpul sanak keluarga
dalam upaya mempererat tali keluarga.
c.
Sebagai tempat kegiatan sosial /
pendidikan yang berkaitan dengan Agama.
Beberapa Pelinggih dalam merajan
antara lain :
1.
Pelinggih
Surya : Merupakan sebuah bangunan untuk memuja Sang Hyang Surya Raditya sebagai
saksi segala kegiatan manusia khususnya ritual yadnya. Dalam Lontar Siwagama,
gelar Surya Raditya adalah gelar dari
Dewa Surya atas anugrah dari Dang Guru (Dewa
Siwa) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang Surya di berikan anugrah juga
sebagai Upa Saksi segala kegiatan
manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan. Dari uraian ini jelas
tampak jelas adanya sekte Sora (Surya). Dalam lontar Sivagama diuraikan bahwa
Bhatara Siva mempunyai murid-murid terdiri dari para Deva. Diantaranya ada
murid yang paling pintar dan bisa meniru Siva, murid ini adalah Bhatara Surya.
Oleh karena itu Bhatara Surya di anugrahi nama tambahan, yaitu Sanghyang Siva
Raditya dan berwenang sebagai wakil-Nya di dunia.
Busana
: Sarwa Putih, Payung Putih.
2.
Pelinggih
Gunung Agung : Merupakan sebuah bangunan sebagai bentuk pengayatan kepada
Bhatara-Bhatari yang yang berstana di Gunung Agung (Sebagai Purusa). Dan karena
dahulu kita tidak bisa datang langsung ke Gunung Agung, sehingga di buatkan lah
pelinggih Gunung Agung untuk memudahkan memuja beliau.
Busana
:Sarwa Putih Payung Putih.
3.
Pelinggih
Gunung Batur : Merupakan sebuah bangunan sebagai bentuk pengayatan kepada
Bhatara-Bhatari yang berstana di Gunung Batur (Sebagai Pradana). Dan karena
dahulu juga kita tidak bisa datang langsung ke Gunung Batur, maka dibuatkanlah
pelinggih Gunung Batur untuk memudahkan memuja beliau.
Busana
: Sarwa Kuning, Payung Kuning.
4.
Pelinggih
Batur Sari : Merupakan sebuah bangunan untuk memuja Dewi Danuh. Menurut sejarah
keluarga, Dewi Danuhlah yang memberi anugrah kepada Arya Kenceng Tegeh Kori
sehingga menjadi raja, dan untuk menghormati Dewi Danuh maka dibangunlah
pelinggih Batur Sari.
Busana
: Sarwa Putih, Tedung Putih.
5.
Pelinggih
Kawitan Arya Kenceng Tegeh Kori : Merupakan sebuah bangunan untuk memuliakan
leluhur Bhatara Tegeh Kori. Kita memuja Bhatara Tegeh Kori karena kita adalah
keturunan beliau. Arya Kenceng Tegeh Kori adalah anak kandung dari Dalem
(Raja). Ada dua kemungkinan ‘Dalem’, yaitu:
a.
Dalem Sri Kresna Kepakisan, raja I
setelah pendudukan Majapahit, beristana di Puri Samprangan.
b.
Dalem Agra Samprangan, raja II setelah
wafatnya Sri Kresna Kepakisan, juga tetap beristana di Puri Samprangan.
Busana
: Sarwa Putih.
6.
Pelinggih
Mas Pahit/Manjangan Salwang : Merupakan stana dari Mpu Kuturan dengan bhiseka
limas pahit, penyebab dan penyempurna agama Hindu di Bali abad ke-10, bentuk
pelinggih ini berisi kepala menjangan lengkap dengan tanduknya.
Busana
: Sarwa Putih, Payung Putih.
7.
Pelinggih
Mas Madura : Merupakan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai kompleks ekonomi,
yang sama hal nya dengan gedong penyimpanan uang.
8.
Pelinggi
Dewa Manik Ceraki : Merupakan sebuah bangunan untuk menghormati seorang yang dahulu nya pedagang di Pasar.
9.
Pelinggih
Dewa Ayu Mas Subandar : Merupakan sebuah bangunan untuk menghormati seorang
saudagar yang dahulu pernah memberikan pekerjaan di Bali.
10. Pelinggih
Dewa Ngurah Rambut Sedana : Merupakan stana dari Dewi Sri dengan bhiseka Sri Sedana atau Limascatu yaitu sakti
(kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia.
11. Pelinggih
Kemulan : Pelinggih Kemulan adalah pelinggih yang terdiri dari 3 rong ( ruangan
) yaitu rong kanan, rong kiri, dan rong tengah. Kemulan ( ke_mula_an ) kalau
diartikan kembali ke asal, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kembali dan menyatu
kehadapan Beliau adalah merupakan tujuan daripada umat Hindu. Jadi Pelinggih
Kemulan merupakan sumber daripada tujuan umat di dalam menjalani kehidupan,
karena dengan adanya tujuan yang jelas maka umat kita tidak akan tersesat di
dalam perjalanannya menjalani kehidupan ini. Sebelum mencapai tujuan yang
terakhir tersebut yaitu kebahagiaan yang tertinggi, ada jenjang kebahagiaan
yang harus dilalui yaitu kebahagian di ala mini yang disebut dengan Moksartham
Jagadhita Ya Ca Iti Dharma, atau kebahagiaan setelah kematian yang disebut Adhi
Moksa. Kemulan juga Merupakan bangunan suci yang beruang tiga sebagai tempat
pemujaan yang terdapat pada setiap rumah tangga. Menurut seminar kesatuan
tafsir tahun 1984, fungsi dari sanggah kemulan adalah untuk memuja Tri Murti,
Dewa Brahma berstana diruang kanan, Dewa Wisnu berstana diruang kiri, dan Dewa
Siwa berstana diruang tengah. Maksud dari pembangunan pelinggih kemulan dalam
lingkungan keluarga tiada lain agar kita selalu ingat dan memuja kebesaran Sang
Hyang Widhi dalam kaitannya dengan hutang yang disebut dengan Tri Rnam. Yang
dimaksud dengan Tri Rnam yaitu tiga hutang. Selain itu, kemulan juga merupakan
linggih Guru Tiga (Guru Purwam, Guru Madya, Guru Rupam) sebagai linggih Roh suci
yang telah mencapai Sidha Dewata (Dewa Pitara).
Busana
: Sarwa Putih, Payung Putih.
12. Pelinggih
Taksu : Merupakan sebuah pelinggih yang terdapat disamping pelinggih Kemulan,
Gedong Siwa, maupun Gedong Kawitan. Taksu berarti daya magic atau sakti. Sakti
adalah symbol dari pada Bala atau kekuatan. Fungsi dari pelinggih ini adalah
untuk memohon kekuatan gaib untuk pekerjaan yang digeluti bagi siapa yang
mendirikan pelinggih tersebut. Taksu juga merupakan sthana atau penghayatan
dari Ratu Ngurah Penyarikan/Dewa Indra. Dengan adanya Pelinggih Taksu sebagai
bagian yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai
spiritual yang patut dipetik sebagai penuntun hidup di bumi ini. Dengan adanya
Pelinggih Kamulan Taksu ini dapat dikembangkan suatu pandangan bahwa bagaimana
konsep taksu dari sudut pandang Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali.
Dengan konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali ke depan untuk menghadapi
pergolakan kehidupan global yang semakin dinamis.
Busana
: Kain warna Selem.
13. Pelinggih
Lebuh : Merupakan sebuah bangunan yang berfungsi untuk memuja yang yang
memiliki pekarangan yang ditempat tinggali dalam tataran niskala. Secara
kepercayaan keluarga saya (Arya Kenceng Tegeh Kori) yang berstana di pelinggih
Lebuh adalah Hyang Baruna.
14. Pelinggih
Jro Gede : Sebuah bangunan yang merupakan kristalisasi dari sekte Ganapatya dan
merupakan tempat berstananya Dewa Gana. Jro Gede ini terletak di depan gapura
dari sanggah. Jro Gede ini berfungsi sebagai penjaga pekarangan rumah atau
sebagai pelindung dari mahluk-mahluk yang berusaha untuk mengganggu kita.
Selain itu, pakaian saput poleng dari Jro Gede menandakan keseimbangan yang ada
dialam ini.
Busana
: Kain Poleng.
15. Pengapit Lawang : Dua buah bangunan pelinggih disebelah
kiri dan kanan yang merupakan stana dari Bhatara Kalla dengan bhiseka jaga-jaga
yang bertugas sebagai pecalang.
Busana
: Kain Poleng.
16. Pelinggih
Pelik Sari : Merupakan sebuah bangunan untuk meletakkan pratima yang ada di
sanggah (Bhatara-Bhatari syang di sungsung). Selain itu, Pelinggih Pelik Sari
juga merupakan sthana dari Bhatara Kabeh.
Busana
: Sarwa Putih, Tedung Putih.
17. Pelinggih
Anglurah : Anglurah merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan
Swabawa-nya “Bhuta Dewa”. Maksudnya, berwujud setengah dewa setengah Bhuta,
termasuk dalam kategori gandarwa. Beliau memiliki fungsi sebagai penjaga para
Dewa. Di samping itu, juga sebagai juru bicara atau mediator antar-Dewa, dengan
manusia sebagai umatnya. Dengan kata lain, beliau adalah penyampai sembah
Bhakti umat dan penyampai anugrah dewata kepada manusia melalui kleteg hati
manusia.
Bangunan
suci atau pelinggih memiliki 2 macam bentuk, ada yang memakai bentuk Tepas Sari
(seperti gedong) dan ada juga yang berbentuk Tepasana (tidak beratap). Kedua
bentuk itu sama-sama sah.Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi dengan sebutan
Penglurah sesungguhnya merupakan manifestasinya setelah Panca MahaBhuta.
Panca Maha Bhuta itu digolongkan menjadi lima kekuatan yang memiliki sifat Bhuta Dewa, yaitu sebagai berikut .
Panca Maha Bhuta itu digolongkan menjadi lima kekuatan yang memiliki sifat Bhuta Dewa, yaitu sebagai berikut .
a. Pertiwi.
Pertiwai bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Tangkeb Langit. Kemahakuasaannya
sebagai lurah (pepatih) Ida Sang Hyang Wisesa atau menjadi sedahan tugu di
depan rumah (lebuh). Beliau memiliki kemahakuasaan sebagai Dewa Binatang Peliharaan, sebagai sedahan sawah.
b. Teja.
Teja bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Wayahan Tebha yang memiliki
kemahakuasaan menjadi kekuatan gunung, hutan, tempat angker, dan jalan simpang
empat (catus pata). Beliau menjadi lurah (pepatih) Sang Hyang Siwa Reka dan
bersama pada bangunan
suci di tengah pekarangan.
c. Apah.
Apah bermanifestasi
sebagai Ratu Anglurah Made Jalalung yang berkuasa sebagai sedahan tumbuh-tumbuhan
dan pohon besar yang angker. Beliau menjadi pepatih di Merajan dan beristana
pada bangunan tugu Merajan atau Pura.
d. Bayu.
Bayu bermafestasi sebagai Ratu Anglurah Nyoman Sakti Pengadangan yang menguasai
kekuatan daerah setra (kuburan), menjadi kekuatan danau, sungai, dan juga
jurang. Beliau menjadi pepatih Sang Hyang Durga Manik yang beristana pada Penunggun Karang.
e. Akasa.
Akasa bermanifestasi sebagai Ratu Anglurah Ketut Petung yang menjadi kekuatan
taksu segala profesi, menjadi Dewanya bayi, serta menjadi kekuatan Purusa dan
Predana. Beliau menjadi pepatih dan beristana di bangunan Taksu di Merajan dan
menjadi kekuatan profesi tukang perempuan dan laki-laki.
Busana
: Kain Poleng.
2.4
PIODALAN/PUJAWALI DI MERAJAN
Ring soang-soang
Prahyangan merajan patut kejangkepin antuk rerontek, umbul-umbul miwah tunggal
paling kedik kadi ring sor :
·
Umbul :
1 (asiki) mesurat Naga.
·
Tunggul :
1 (asiki) mesurat Wanara sakti.
·
Rerontek :
1 (asiki) mesurat Garuda Sakti.
2.4.1 Ngayabang banten piodal ring
Laapan rawuh pelinggih-pelinggih sami :
a.
Puja Surya Stawa :
Om
Surya seloka nata sya, warade sya swareanam, sarwatah ta sya
Swarcanam,
Suda naya santyasam.
Om
Asita mandala mertyu, sitala satru nasanam, kawi wisya rakta teja, sarwa bawa
bawet bawat.
b.
Ngayabang ring Lebuh :
(Banten
sane munggah : Sorohan, pengulapan pengambean, linggih abale) soang-soang,
anadahan anginum sama suka sira makabehan, sama amukti sari sira, Asungana
manusanira urip waras, dirgayusa aja sira anyukertani.
Om
Ang Ang Amerta ya namah
Ang Ung Mang Siva amerta ya namah svaha.
c.
Puja Tri Bhuwana :
Om
Siva nirmala twam guhyah,
Siva
tatwa parayanah,
Sivasya
pranata nityam,
Candisca
namostute.
Om
Newidyam Brahma Visnuca,
Bokta
dewa Maheswara,
Sarwa
wyadi nalabhati,
Sarwa
karyanta sidhantam.
Om
Jayanti jayam apniayat,
Yasarti
yasam apnuti,
Sidhi
sakalam apnuyat,
Parama
Siva labhati.
Aturi
Gandha, Aksata, Puspa miwah dupa lan Tirta.
Puja
: Om Toyam, Gandhem, Aksatam, Dupham samarpayem ya namah.
d.
Puja Siva Sutram :
Om
Siva sutram yadnya pawitraia,
Prajapati yoga ayusyam,
Bala wastu teja guhyanam,
Triganam tri gunatmaka.
Om
Hari prakoti surya,
Prakasam
candra koti,
Mantra-mantra
sadaksaram sarwa Deva,
Pita
swayambhu bhargo dewasya dimahi,
Triganam
tri gunatmaka.
Om
Sadaksaram maha mantra,
Redistam parama sadakani,
Sada Siva angga ityuktam,
Maha pataka wigna winanasanam.
Om
Jyotir, jyotir, dhupam samarpayem ya namah svaha.
e.
Puja Pamuktian Deva :
Om
Deva mukti maha sukam,
Bojanam parama mertam,
Deva mukti maha tustam,
Bhukti Phala ksata ya namah.
Om
Bhuktyamtu sarwa ta Deva,
Bhuktyantu Tri Loka natha,
Sagenah sapari warah,
Sawargah sadasi dasah.
f.
Bhatara Sami :
Om
Namo dewaya adistanaya,
Sarwa
wyapi waisiwaya,
Padmasana
eka pratistaya,
Arda
Nareswari namo namah.
g.
Kemulan miwah Kawitan (Ista Dewata) :
-
Om Brahma Visnu Isvara dewam,
Jivatmanam tri lokanam,
Sarwa jagad pratistanam,
Sudha klesa winasanam.
-
Om Guru dewa guru rupam,
Guru madya guru purwam,
Guru pantara dewam,
Guru dewa sudha nityam.
Om
Guru paduka bhyo namah svaha.
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
Sanggah Pamerajan berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar = Tempat
Suci. Pamerajan berasal dari kata Praja = Keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan
artinya Tempat Suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang
menyebut secara pendek “sanggah atau merajan”. Tidak berarti bahwa sanggah
untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa.
Ring soang-soang
Prahyangan merajan patut kejangkepin antuk rerontek, umbul-umbul miwah tunggal
paling kedik kadi ring sor :
·
Umbul :
1 (asiki) mesurat Naga.
·
Tunggul :
1 (asiki) mesurat Wanara sakti.
·
Rerontek :
1 (asiki) mesurat Garuda Sakti.
DAFTAR
PUSTAKA
Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Siva Siddhanta II.
Darmada, Nyoman. 2009. Tuntunan Pemangku Ngawekasang Yadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar