Oleh : I Komang Oka Ardana
Saiva Siddhanta Dualis yang di uraikan
disini merupakan satu aspek dari aliran Siddhanta
Saivaisme, yang mengakui authoritas 28 Saivagama,
seperti yang di uraikan di depandan apabila kita bandingkan dasar-dasarnya
dengan filsafat india lainnya, kita mwndapatkan bahwa ia memiliki dasar yang
berbeda dengan Vaisesika, Nyaya, Samkhya,
dan Vedanta.
1. Teori Metafisika dari Saiva Siddhanta Dualis berbeda dengan
teori dari Vaisesika dan ia menerima
teori evolusi yang sama seperti dalam sistem filsafat Samkhya. Ia memandang bahwa Maya
berkembang meninggalkan keadaan yang pertama untuk memasuki keadaan yang
berikutnya, seperti susu yang memasuki keadaan dadih susu. Ini merupakan Satkaryavada, yang berpendapat bahwa
dadih susu menjadi berwujud (abhivyajyate)
. Karena itu ia menyatakan bahwa Maya
berkembang menjadi Kala, dsb. Seperti
susu menjadi dadih susu. Tetapi Maya tidak
mengeluarkan dirinya sendiri dalam evolusinya seperti yang dilakukan susu pada
dadih susu. Evolusinya adalah sebagian, seperti perubahan dalam Ghee (mertega), karena dari jatuhnya
seekor serangga ke dalamnya, hanya merupakan suatu jumlah yang kecil dari
padanya (ghrtakitanyaya), jadi ini
merupakan Satkaryavada, sebagai lawan
dari Asatkaryavada nya Vaisesika.
2. Karma menurut Saiva Sidhhanta Dualis merupakan sifat
dari budhi dan bukan sifat dari Atman seperti pendapat dari Vaisesika, karena mengakui Karna sebagai sifat dari Atma merupakan pengakuan bahwa Atma tidak abadi, karena adanya
perubahan, yang disebabkan oleh perubahan Karma.
3. Demikian pula halnya dengan Kala, yang menurut Saiva Sidhhanta dualis tidak abadi, karena ia tak berjiwa dan
banyak, seperti waktu yang lalu, sekarang dan yang akan, namun Vaisesika mengakui bahwa “waktu” itu adalah kekal.
4. Ia berbeda dengan Vaisesika, (i) dalam anggapan tentang Akasa yang menjadi ruang dimana semua
materi ada dan (ii) dalam uraian tentang Sabda
(suara) yang bukan sifat dari Akasa saja
seperti pendapat dari Vaisesika,
tetapi juga sifat dari tanah, udara, air, dan api, karena suara-suara tertentu
benar-benar dikemukakan pada materi-materi tersebut.
5. Ia tidak mengakui adanya
atom-atom abadi, seperti yang dilakukan oleh Vaisesika dan Nyaya,
karena menurut Saiva Siddhanta Dualis,
semua yang memiliki kejamakan dan tidak memiliki jiwa merupakan hal yang tidak
kekal.
6. Ia berpendapat bahwa roh pribadi
itu sesungguhnya dapat merasakan (cit) atau
mengetahui sendiri (jnanasvarupa),
karena itu Jnana bukanlah sifat dari
sang diri seperti yang dinyatakan oleh Vaisesika.
Perbedaan antara Saiva
Siddhanta Dualis dengan sistem filsafat Samkhya
adalah sebagai berikut :
1) Saiva
Siddhanta Dualis
tidak mengakui bahwa Purusa atau diri
pribadi merupakan keberadaan murni asli (puskarapalasavannirlepah)
seperti yang dipakai oleh filsafat Samkhya.Ia
menyatakan bahwa diri pribadi memiliki ketidakmurnian yang tanpa awal, karena
dengan cara lain pengalaman empiris yang disebabkan kecenderungan untuk
menikmati, tak dapat dijelaskan. Tetapi apabila kecenderungan tersebut
dikatakan ada di dalam sang diri, hal itu sukar untuk menjelaskan mengapa
pembebasan tidak memilikinya. Sistem Samkhya
tak dapat mengatakan bahwa kecenderungan untuk menikmati disebabkan oleh Raga atau keterikatan, karena
keterikatan (raga) itu dapat
berfungsi dalam hubungan terhadap sang diri saja yang tidak murni.
2) Konsepnya tentang Bhoga juga berbeda dengan Samkhya yang dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Bhoga melibatkan 4 hal berikut :
I.
Purusa, yang dipersamakan dengan
refleksinya, jatuh pada Buddhi.
II.
Buddhi, yang menerima pantulan dari purusa dari dalam serta pantulan benda
dari luar.
III.
Pantulan
benda pada Buddhi.
IV.
Ahamkara, merupakan yang bertanggung
jawab ;
a. Guna penyatuan 2 pantulan dari
subyek dan obyek.
b. Guna mengidentifikasi pantulan dari subyek
dengan subyek itu sendiri.
c. Guna memakai penyatuan subyek dan
obyek untuk tujuan praktis.
d. Guna memunculkan kesadaran “Aku
mengetahui ini”.
Saiva Siddhanta Dualis juga berbeda dengan
sistem Vedanta dalam hal-hal berikut
ini :
1. Ia menolak penyamaan roh pribadi
dengan sang diri Semesta dan menyatakan bahwa, jumlah roh pribadi tak terhitung
jumlahnya dan berbeda dengan Brahman,
walaupun mereka bergantung kepada-Nya dalam hal-hal menikmati buah perbuatan (karma) dan pembebasan. Karena itu Ia
berpendapat bahwa semua naskah Veda yang
ditafsirkan oleh para pengikut Vedanta
seperti pernyataan tentang penyamaan roh pribadi dan roh semesta, mengakui akan
penafsiran Dualis.
2. Ia mengakui penyebab material
dari alam semesta yang berbeda dengan penyebab efisien dan mencela para Vedantin, yang menyatakn bahwa Brahman adalah keduanya (penyebab
efisien dan material), karena akibat dapat memiliki ciri-ciri yang dikenakan
pada penyebab sehingga apabila Brahman di
anggap sebagai penyebab yang berperasaan dan yang lembam, maka Brahman harus diakui sebagai keduanya
itu.
3. Ia juga mencela monisme dari Vedanta, karena monisme tidak konsisten
dengan pengakuan para Vedantin
sendiri tentang Brahman sebagai cara
untuk pembebasan. Ia bertanya : dimana tempat untuk membicarakan tentang cara
dan akhir dalam monisme yang ekstrim ?
4. Ia bertanya : bagaimana Vedanta dapat mengakui bahwa Brahman di cirikan dengan keberadaan,
perasaan, dan kebahagian murni ? Karena,ciri-ciri bersinar dalam hubungan
terhadap yang berbeda dan terpisah dari yang memilikinya, seperti panasnya api
yang hanya dapat terwujud dalam hubungan api dengan kayu bakar saja. Oleh
karena itu, apabila dalam kenyataannya tak ada sesuatu pun diluar Brahman, maka ciri-cirinya tak dapat
bersinar.
Dengan cara yang sama Saiva
Siddhanta dualis berbeda dan mencela setiap sistem filsafat lainnya, karena
ia berkembang pada masa ketika kebanyakan dari sistem filsafat india telah
mengambil bentuk nyata. Beberapa karya yang penting dari hal itu secara nyata,
terbuka dan dengan sengaja menerima penyalahan sistem lainnya, seperti misalnya Para Moksa Nirasa Karika oleh Sadyojyoti yang tak memiliki pandangan
lain lain dari pada penyalahan dari konsepsi Moksa, dari setiap sistem yang dikenal.
Saiva Siddhanta Dualis
juga dibedakan dengan Pasupata Dualis,
dimana Pasupata dualis menerima 5
kategori awal, yaitu : 1. Karana, 2. Karya, 3. Yoga, 4.Vidhi, dan 5. Duhkhant, tetapi Saiva Siddhanta hanya menerima 3 kategori saja, yaitu :1. Pati, 2. Pasu, dan 3. Pasa. Tampak
bahwa Saiva Siddhanta Dualis dan yang
lebih awal yaitu Siva Dualis,
keduanya dipengaruhi oleh Pasupata,
yang tampaknya lebih awal adanya, karena Saiva
Siddhanta Dualis tampaknya meminjam konsep Karana, sebagai penyebab tanpa sebab, dari Pasupata dan menyebutnya sebagai “Pati”, karena tidak ada perbedaan konsepsual antara Karana dan Pati, dimana yang membedakannya hanya dalam masalah kata saja dan
juga karena di dalam Pasupata Sutra
oleh Lakulisa, kita menemukan kata “Pati” yang dipergunakan untuk menyambut Karana.
Penjelasan tentang sistem Pasupata yang didasarkan pada referensi Sankara tentang hal itu, kita tidak mengetahui apa yang sebenarnya
menjadi konsep material, yang diakui oleh Pasupata.
Tetapi, apabila kita mengikuti Ratna
prabha, kita dituntun untuk berpikir bahwa hal itu adalah “Pradhana” (karanam pradhanam isvarasca). Ia juga membicarakan tentang Pasu dan Pasa, karena Sankara dalam
menyatakan tujuan dari pengemukaan 5 kategori secara nyata menyatakan bahwa hal
itu menyebabkan pembebasan diri pribadi (Pasu)
dari Pasa (ikatan) – (pasupasavimoksa-naya). Oleh karena itu
tampaknya Saiva Suddhanta Dualis dipengaruhi oleh Pasupata Dualis dalam konsepsi tentang 2 kategori, yaitu Pasu dan Pasa.
Filsafat tentang Tata Bahasa (Gramatika) yang mengandung
bermacam-macam aspek pembicaraan seperti Para,
Pasyanti, Madhyama dan Vaikhari
serta masalah-masalah yang bersangkutan dengannya, ditelusuri terhadap alur Veda seperti :
1) “catvari
vakparimita padani; dan
2) catvari srngastrayo asya pada”.
Yang dikutip oleh Patanjali
dalam Mahabhasya-nya. Di sini
terdapat perbedaan pendapat antara Kaiyata
dan Nagesa Bhatta dalam
menafsirkan naskah-naskah Veda ini,
karena yang pertama menafsirkan kata ‘catvari”
sebagai pernyataan tentang 4 jenis kata, yaitu : (1). Kata benda, (2). Kata
kerja, (3). Preposisi (ugasarga), dan
(4). Partikel (nipata); yang kedua
berpendapat bahwa hal itu menyatakan tentang 4 aspek pembicaraan seperti yang
dinyatakan di atas.
Konsepsi Saiva
Siddhanta Dualis tentang katagori, sangat dekat sekali hubungannya dengan
konsepsinya tentang pemusnahan semesta (Mahartha
Samhara) dan ia berpendapat bahwa satu katagori (tattva) adalah sesuatu yang ada meskipun terjadi pemusnahan
semesta dan merupakan suatu kondisi, langsung maupun tidak langsung, dari
segala pengalaman empiris maupun transendental. Dan pemusnahan semesta adalah
dimana segala sesuatu yang merupakan hasil dari Maya atau Mahamaya bergabung
kembali kedalam penyebab materialnya dan memiliki keberadaan di sana dalam
keadaan yang tak terbedakan baik kesatuannya, yang merupakan kemungkinan saja
dari keaneka ragaman ini. Ia mengakui bahwa penciptaan itu ada 2 macam (1). Yang
murni (suddha), dan (2). Yang tidak
murni (asuddha), dan Maya juga ada 2 macam, yaitu : satu yang
merupakan hasil, berupa kondisi yang diperlukan dari pengalaman empiris dan
disebut Maya saja, sedang yang lain,
hasil berupa kondisi yang sama, yang diperlukan bagi pengalaman transendental,
yang merupakn subyek transendental, seperti Mantra,
Mantresa dan Mantra Mahesa dan
hal itu disebut sebagai Mahamaya.
Karena itu ia berpendapat bahwa pada pemusnahan semesta semua yang menyususun
kondisi material dari suatu pengalaman, bergabung kembali kedalam sakti, yang merupakan salah satu
katagori yang bebas, dimana kita akan menulis dalam konteks yang sesuai, yaitu
: Sakti bergabung ke dalam Mahamaya.
Jadi, Saiva
Siddhanta berpendapat bahwa hanya ada 3 katagori awal, yaitu : (1). Maya atau Mahamaya, (2). Purusa,
dan (3). Siva, yang juga dapat
dikatakan sebagai Pati, Pasu, Pasa,
dimana dalam hal ini Pati sebagai
pengganti Siva, Pasu sebagai pengganti Purusa
dan Pasa sebagai pengganti Maya atau Mahamaya, meskipun tidak begitu tepat karena Pasa sebagai sebuah katagori awal memiliki 5 katagori bebas, yaitu
: (1). Mala, (2). Rodhasakti, (3). Karma, (4). Maya, dan
(5). Bindu, yang juga disebut sebagai
Mahamaya.
Selanjutnya aliran Saiva
Siddhanta Dualis mengakui 3 katagori utama di atas, namun juga membicarakan
tentang 36 katagori, yang bergantung kepada ke-3 katagori utama tersebut.
Katagori pertama, yaitu : Pati, dibagi menjadi 5, yaitu : (1). Siva, (2). Sakti, (3). Mantra-mahesa, (4). Mantresa, dan (5). Mantra.
Katagori yang kedua, yaitu : Pasu, walaupun terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : (1). Vijnanakala, (2). Pralayakala, dan (3). Sakala,
namun yang tetap dihitung hanya 1 katagori saja dan pembagian ini tak termasuk
dalam 36 katagori.
Katagori ketiga, yaitu Pasa, dibagi menjadi 5, yaitu : (1). Mala, (2). Rodhasakti,
(3) Karma, (4). Maya, dan (5). Bindu, dan
yang termasuk kedalam 36 katagori hanya Maya
saja, sehingga susunan-susunan katagori tersebut, sampai saat sekarang
adalah sebagai berikut : 1. Siva, 2.
Sakti, 3. Sadasiva, 4. Isvara, 5. Sadvidya atau Suddhavidya, 6. Maya, 7. Kala,
8. Niyati, 9. Vidya, 10.Kala, 11. Raga, 12. Pasu atau Purusa, 13. Avyakta atau
Pradhana (prakrti), 14-36. Buddhi, Ahamkara, Manas sampai pada unsur kasar
yang terakhir yaitu Bumi (tanah) atau Prthivi.
Siva transendental
atau Pati beroperasi pada Mahamaya memakai daya-dayanya, yaitu : Iccha, Jnana, dan Kriya. Evolusi pertama dari Mahamaya
dibawah pengarahan daya kehendak (Icchasakti)
adalah dalam bentuk Nada dan dunia
damai (santyadibhuvanatmaka). Ini
disebut Sakti Tatva, yang tanpa
bagian-bagian (niravayava), yang
merupakan akibat dari Bindu atau Mahamaya.
Katagori Sadasiva
merupakan evolusi kedua dari Bindu,
di bawah pengendalian daya pengetahuan dan kegiatan, dalam keseimbangan yang
sempurna dan merupakan katagori tidak bebas yang ketiga. Isvara Tatva adalah evolusi dari Bindu, apabila ia di bawah pengendalian daya kegiatan dengan daya
pengetahuan yang menempati posisi bawahan terhadapnya. Ananta, dsb. Termasuk dalam katagori ini, yang disebut Vidyesas dan merupakan katagori tidak
bebas yang keempat.
Vidya Tatva merupakan evolusi keempat,
apabila Bindu berkembang dibawah
pengendalian dan pengarahan daya pengetahuan, dengan daya kegiatan sebagai
bawahannya. Mahluk-mahluk yang termasuk kategori ini, maha mengetahui, dan
disebut Vidya, karena disini kemaha
tahuan sang roh diperlihatkan untuk pertama kalinya.
Lima katagori ini merupakan milik dari ciptaan murni,
dimana tak ada pembatasan pengetahuan, sama dengan halnya pengetahuan yang
diakui Siva Monistik, sebagai Siva, Sakti, Sadasiva, Isvara, dan Vidya. Perbedaan yang terjadi pada
penyimoulan dasar dari monisme dan dualis, adalah penyamaan atau perbedaan dari
perbedaan efisien dan penyebab material.
Sang Roh pribadi (Pasu)
dengan pengalaman yang panjang, belajar bahwa Samsara ini penuh dengan penderitaan dan bersifat sementara dan
bahwa ia dapat mencapai kebahagiaan abadi kekekalan hanya dengan pencapaian Sivatva atau hakekat Siva atau realisasi Tuhan. Ia
mengembangkan Vairagya
(ketidakterikatan) dan Viveka
(pembedaan antara yang nyata dan yang tidak nyata, yang tetap dengan yang
berubah).
Saiva Siddhanta Dualis
juga membagi Jiva atau Pasu menjadi 3 keadaan, yaitu : Vijnanakala, Pralayakala, dan Sakala. Pada Vijnanakala, sang roh hanya memiliki Anavamala (keakuan) dimana Maya
Dan Karma telah terlepaskan. Pada
Pralayakala mereka hanya terbebas
dari Maya saja pada tahapan Pralayakala, sedangkan pada Sakala, semua cacat atau ketidak murnian
masih ada. Mala-mala tersebut
berpengaruh pada Jiva (roh) dan bukan
pada Siva.
Ketiga belenggu dapat dilepaskan hanya melalui Tapas yang ketat, disiplin yang keras,
bantuan seorang Guru dan di atas semua itu adalah karunia dari Siva. Carya (penyelidikan), Kriya (upacara),
dan Yoga, menyusun disiplin tersebut
dan dengan pelaksanaan yang sungguh-sungguh, ia mendapatkan karunia dari Siva, sehingga roh dapat mewujudkan
hakekatnya sebagai Siva (Jnana).
Pencapaian Sivatva atau
hakekat jiwa bukan dimaksudkan penggabungan sepenuhnya antara roh dengan Siva, karena roh yang terbebas tidak
kehilangan kepribadiannya. Sivatva merupkan
realisasi dari identitas inti, kendati pun berbeda. Roh mencapai hakekat Siva atau Tuhan, tetapi dirinya bukanlah
Siva atau Tuhan.
Konsep Moksa yang
diakui dalam Saiva Siddhanta Dualis,
ada 2 macam, seperti diuraikan didepan, yaitu Para Moksa, dan Apara Moksa,
atau pembebasan yang lebih tinggi dan pembebasan yang lebih rendah. (SISTEM FILSAFAT HINDU) (SARVA DARSANA SAMGRAHA)
Yang disusun oleh : I
Wayan Maswinara
Penerbit PARAMITA
Surabaya 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar