Kamis, 19 Desember 2013

Siva Siddhanta Dualis


Oleh : I Komang Oka Ardana
            Saiva Siddhanta Dualis yang di uraikan disini merupakan satu aspek dari aliran Siddhanta Saivaisme, yang mengakui authoritas 28 Saivagama, seperti yang di uraikan di depandan apabila kita bandingkan dasar-dasarnya dengan filsafat india lainnya, kita mwndapatkan bahwa ia memiliki dasar yang berbeda dengan Vaisesika, Nyaya, Samkhya, dan Vedanta.
1.      Teori Metafisika dari Saiva Siddhanta Dualis berbeda dengan teori dari Vaisesika dan ia menerima teori evolusi yang sama seperti dalam sistem filsafat Samkhya. Ia memandang bahwa Maya berkembang meninggalkan keadaan yang pertama untuk memasuki keadaan yang berikutnya, seperti susu yang memasuki keadaan dadih susu. Ini merupakan Satkaryavada, yang berpendapat bahwa dadih susu menjadi berwujud (abhivyajyate) . Karena itu ia menyatakan bahwa Maya berkembang menjadi Kala, dsb. Seperti susu menjadi dadih susu. Tetapi Maya tidak mengeluarkan dirinya sendiri dalam evolusinya seperti yang dilakukan susu pada dadih susu. Evolusinya adalah sebagian, seperti perubahan dalam Ghee (mertega), karena dari jatuhnya seekor serangga ke dalamnya, hanya merupakan suatu jumlah yang kecil dari padanya (ghrtakitanyaya), jadi ini merupakan Satkaryavada, sebagai lawan dari Asatkaryavada nya Vaisesika.
2.      Karma menurut Saiva Sidhhanta Dualis merupakan sifat dari budhi dan bukan sifat dari Atman seperti pendapat dari Vaisesika, karena mengakui Karna sebagai sifat dari Atma merupakan pengakuan bahwa Atma tidak abadi, karena adanya perubahan, yang disebabkan oleh perubahan Karma.
3.      Demikian pula halnya dengan Kala, yang menurut Saiva Sidhhanta dualis tidak abadi, karena ia tak berjiwa dan banyak, seperti waktu yang lalu, sekarang dan yang akan, namun Vaisesika mengakui bahwa “waktu” itu adalah kekal.
4.      Ia berbeda dengan Vaisesika, (i) dalam anggapan tentang Akasa yang menjadi ruang dimana semua materi ada dan (ii) dalam uraian tentang Sabda (suara) yang bukan sifat dari Akasa saja seperti pendapat dari Vaisesika, tetapi juga sifat dari tanah, udara, air, dan api, karena suara-suara tertentu benar-benar dikemukakan pada materi-materi tersebut.
5.      Ia tidak mengakui adanya atom-atom abadi, seperti yang dilakukan oleh Vaisesika dan Nyaya, karena menurut Saiva Siddhanta Dualis, semua yang memiliki kejamakan dan tidak memiliki jiwa merupakan hal yang tidak kekal.
6.      Ia berpendapat bahwa roh pribadi itu sesungguhnya dapat merasakan (cit) atau mengetahui sendiri (jnanasvarupa), karena itu Jnana bukanlah sifat dari sang diri seperti yang dinyatakan oleh Vaisesika.
Perbedaan antara Saiva Siddhanta Dualis dengan sistem filsafat Samkhya adalah sebagai berikut :
1)      Saiva Siddhanta Dualis tidak mengakui bahwa Purusa atau diri pribadi merupakan keberadaan murni asli (puskarapalasavannirlepah) seperti yang dipakai oleh filsafat Samkhya.Ia menyatakan bahwa diri pribadi memiliki ketidakmurnian yang tanpa awal, karena dengan cara lain pengalaman empiris yang disebabkan kecenderungan untuk menikmati, tak dapat dijelaskan. Tetapi apabila kecenderungan tersebut dikatakan ada di dalam sang diri, hal itu sukar untuk menjelaskan mengapa pembebasan tidak memilikinya. Sistem Samkhya tak dapat mengatakan bahwa kecenderungan untuk menikmati disebabkan oleh Raga atau keterikatan, karena keterikatan (raga) itu dapat berfungsi dalam hubungan terhadap sang diri saja yang tidak murni.
2)      Konsepnya tentang Bhoga juga berbeda dengan Samkhya yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Bhoga melibatkan 4 hal berikut :
                                I.      Purusa, yang dipersamakan dengan refleksinya, jatuh pada Buddhi.
                             II.      Buddhi, yang menerima pantulan dari purusa dari dalam serta pantulan benda dari luar.
                           III.      Pantulan benda pada Buddhi.
                          IV.      Ahamkara, merupakan yang bertanggung jawab ;
a.       Guna penyatuan 2 pantulan dari subyek dan obyek.
b.       Guna mengidentifikasi pantulan dari subyek dengan subyek itu sendiri.
c.       Guna memakai penyatuan subyek dan obyek untuk tujuan praktis.
d.      Guna memunculkan kesadaran “Aku mengetahui ini”.
            Saiva Siddhanta Dualis juga berbeda dengan sistem Vedanta dalam hal-hal berikut ini :
1.      Ia menolak penyamaan roh pribadi dengan sang diri Semesta dan menyatakan bahwa, jumlah roh pribadi tak terhitung jumlahnya dan berbeda dengan Brahman, walaupun mereka bergantung kepada-Nya dalam hal-hal menikmati buah perbuatan (karma) dan pembebasan. Karena itu Ia berpendapat bahwa semua naskah Veda yang ditafsirkan oleh para pengikut Vedanta seperti pernyataan tentang penyamaan roh pribadi dan roh semesta, mengakui akan penafsiran Dualis.
2.      Ia mengakui penyebab material dari alam semesta yang berbeda dengan penyebab efisien dan mencela para Vedantin, yang menyatakn bahwa Brahman adalah keduanya (penyebab efisien dan material), karena akibat dapat memiliki ciri-ciri yang dikenakan pada penyebab sehingga apabila Brahman di anggap sebagai penyebab yang berperasaan dan yang lembam, maka Brahman harus diakui sebagai keduanya itu.
3.      Ia juga mencela monisme dari Vedanta, karena monisme tidak konsisten dengan pengakuan para Vedantin sendiri tentang Brahman sebagai cara untuk pembebasan. Ia bertanya : dimana tempat untuk membicarakan tentang cara dan akhir dalam monisme yang ekstrim ?
4.      Ia bertanya : bagaimana Vedanta dapat mengakui bahwa Brahman di cirikan dengan keberadaan, perasaan, dan kebahagian murni ? Karena,ciri-ciri bersinar dalam hubungan terhadap yang berbeda dan terpisah dari yang memilikinya, seperti panasnya api yang hanya dapat terwujud dalam hubungan api dengan kayu bakar saja. Oleh karena itu, apabila dalam kenyataannya tak ada sesuatu pun diluar Brahman, maka ciri-cirinya tak dapat bersinar.
            Dengan cara yang sama Saiva Siddhanta dualis berbeda dan mencela setiap sistem filsafat lainnya, karena ia berkembang pada masa ketika kebanyakan dari sistem filsafat india telah mengambil bentuk nyata. Beberapa karya yang penting dari hal itu secara nyata, terbuka dan dengan sengaja menerima penyalahan sistem lainnya, seperti misalnya Para Moksa Nirasa Karika oleh Sadyojyoti yang tak memiliki pandangan lain lain dari pada penyalahan dari konsepsi Moksa, dari setiap sistem yang dikenal.
            Saiva Siddhanta Dualis juga dibedakan dengan Pasupata Dualis, dimana Pasupata dualis menerima 5 kategori awal, yaitu : 1. Karana, 2. Karya, 3. Yoga, 4.Vidhi, dan 5. Duhkhant, tetapi Saiva Siddhanta hanya menerima 3 kategori saja, yaitu :1. Pati, 2. Pasu, dan 3. Pasa. Tampak bahwa Saiva Siddhanta Dualis dan yang lebih awal yaitu Siva Dualis, keduanya dipengaruhi oleh Pasupata, yang tampaknya lebih awal adanya, karena Saiva Siddhanta Dualis tampaknya meminjam konsep Karana, sebagai penyebab tanpa sebab, dari Pasupata dan menyebutnya sebagai “Pati”, karena tidak ada perbedaan konsepsual antara Karana dan Pati, dimana yang membedakannya hanya dalam masalah kata saja dan juga karena di dalam Pasupata Sutra oleh Lakulisa, kita menemukan kata “Pati” yang dipergunakan untuk menyambut Karana.
            Penjelasan tentang sistem Pasupata yang didasarkan pada referensi Sankara tentang hal itu, kita tidak mengetahui apa yang sebenarnya menjadi konsep material, yang diakui oleh Pasupata. Tetapi, apabila kita mengikuti Ratna prabha, kita dituntun untuk berpikir bahwa hal itu adalah “Pradhana(karanam pradhanam isvarasca). Ia juga membicarakan tentang Pasu dan Pasa, karena Sankara dalam menyatakan tujuan dari pengemukaan 5 kategori secara nyata menyatakan bahwa hal itu menyebabkan pembebasan diri pribadi (Pasu) dari Pasa (ikatan) – (pasupasavimoksa-naya). Oleh karena itu tampaknya Saiva Suddhanta Dualis dipengaruhi oleh Pasupata Dualis dalam konsepsi tentang 2 kategori, yaitu Pasu dan Pasa.  
            Filsafat tentang Tata Bahasa (Gramatika) yang mengandung bermacam-macam aspek pembicaraan seperti Para, Pasyanti, Madhyama dan Vaikhari serta masalah-masalah yang bersangkutan dengannya, ditelusuri terhadap alur Veda seperti :
1)      “catvari vakparimita padani; dan
2)       catvari srngastrayo asya pada”.
            Yang dikutip oleh Patanjali dalam Mahabhasya-nya. Di sini terdapat perbedaan pendapat antara Kaiyata dan Nagesa Bhatta dalam menafsirkan naskah-naskah Veda ini, karena yang pertama menafsirkan kata ‘catvari” sebagai pernyataan tentang 4 jenis kata, yaitu : (1). Kata benda, (2). Kata kerja, (3). Preposisi (ugasarga), dan (4). Partikel (nipata); yang kedua berpendapat bahwa hal itu menyatakan tentang 4 aspek pembicaraan seperti yang dinyatakan di atas.    
            Konsepsi Saiva Siddhanta Dualis tentang katagori, sangat dekat sekali hubungannya dengan konsepsinya tentang pemusnahan semesta (Mahartha Samhara) dan ia berpendapat bahwa satu katagori (tattva) adalah sesuatu yang ada meskipun terjadi pemusnahan semesta dan merupakan suatu kondisi, langsung maupun tidak langsung, dari segala pengalaman empiris maupun transendental. Dan pemusnahan semesta adalah dimana segala sesuatu yang merupakan hasil dari Maya atau Mahamaya bergabung kembali kedalam penyebab materialnya dan memiliki keberadaan di sana dalam keadaan yang tak terbedakan baik kesatuannya, yang merupakan kemungkinan saja dari keaneka ragaman ini. Ia mengakui bahwa penciptaan itu ada 2 macam (1). Yang murni (suddha), dan (2). Yang tidak murni (asuddha), dan Maya juga ada 2 macam, yaitu : satu yang merupakan hasil, berupa kondisi yang diperlukan dari pengalaman empiris dan disebut Maya saja, sedang yang lain, hasil berupa kondisi yang sama, yang diperlukan bagi pengalaman transendental, yang merupakn subyek transendental, seperti Mantra, Mantresa dan Mantra Mahesa dan hal itu disebut sebagai Mahamaya. Karena itu ia berpendapat bahwa pada pemusnahan semesta semua yang menyususun kondisi material dari suatu pengalaman, bergabung kembali kedalam sakti, yang merupakan salah satu katagori yang bebas, dimana kita akan menulis dalam konteks yang sesuai, yaitu : Sakti bergabung ke dalam Mahamaya.
            Jadi, Saiva Siddhanta berpendapat bahwa hanya ada 3 katagori awal, yaitu : (1). Maya atau Mahamaya, (2). Purusa, dan (3). Siva, yang juga dapat dikatakan sebagai Pati, Pasu, Pasa, dimana dalam hal ini Pati sebagai pengganti Siva, Pasu sebagai pengganti Purusa dan Pasa sebagai pengganti Maya atau Mahamaya, meskipun tidak begitu tepat karena Pasa sebagai sebuah katagori awal memiliki 5 katagori bebas, yaitu : (1). Mala, (2). Rodhasakti, (3). Karma, (4). Maya, dan (5). Bindu, yang juga disebut sebagai Mahamaya.
            Selanjutnya aliran Saiva Siddhanta Dualis mengakui 3 katagori utama di atas, namun juga membicarakan tentang 36 katagori, yang bergantung kepada ke-3 katagori utama tersebut.
            Katagori pertama, yaitu : Pati, dibagi menjadi 5, yaitu : (1). Siva, (2). Sakti, (3). Mantra-mahesa, (4). Mantresa, dan (5). Mantra.
            Katagori yang kedua, yaitu : Pasu, walaupun terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : (1). Vijnanakala, (2). Pralayakala, dan (3). Sakala, namun yang tetap dihitung hanya 1 katagori saja dan pembagian ini tak termasuk dalam 36 katagori.
            Katagori ketiga, yaitu Pasa, dibagi menjadi 5, yaitu : (1). Mala, (2). Rodhasakti, (3) Karma, (4). Maya, dan (5). Bindu, dan yang termasuk kedalam 36 katagori hanya Maya saja, sehingga susunan-susunan katagori tersebut, sampai saat sekarang adalah sebagai berikut : 1. Siva, 2. Sakti, 3. Sadasiva, 4. Isvara, 5. Sadvidya atau Suddhavidya, 6. Maya, 7. Kala, 8. Niyati, 9. Vidya, 10.Kala, 11. Raga, 12. Pasu atau Purusa, 13. Avyakta atau Pradhana (prakrti), 14-36. Buddhi, Ahamkara, Manas sampai pada unsur kasar yang terakhir yaitu Bumi (tanah) atau Prthivi.
            Siva transendental atau Pati beroperasi pada Mahamaya memakai daya-dayanya, yaitu : Iccha, Jnana, dan Kriya. Evolusi pertama dari Mahamaya dibawah pengarahan daya kehendak (Icchasakti) adalah dalam bentuk Nada dan dunia damai (santyadibhuvanatmaka). Ini disebut Sakti Tatva, yang tanpa bagian-bagian (niravayava), yang merupakan akibat dari Bindu atau Mahamaya.
            Katagori Sadasiva merupakan evolusi kedua dari Bindu, di bawah pengendalian daya pengetahuan dan kegiatan, dalam keseimbangan yang sempurna dan merupakan katagori tidak bebas yang ketiga. Isvara Tatva adalah evolusi dari Bindu, apabila ia di bawah pengendalian daya kegiatan dengan daya pengetahuan yang menempati posisi bawahan terhadapnya. Ananta, dsb. Termasuk dalam katagori ini, yang disebut Vidyesas dan merupakan katagori tidak bebas yang keempat.
            Vidya Tatva merupakan evolusi keempat, apabila Bindu berkembang dibawah pengendalian dan pengarahan daya pengetahuan, dengan daya kegiatan sebagai bawahannya. Mahluk-mahluk yang termasuk kategori ini, maha mengetahui, dan disebut Vidya, karena disini kemaha tahuan sang roh diperlihatkan untuk pertama kalinya.
            Lima katagori ini merupakan milik dari ciptaan murni, dimana tak ada pembatasan pengetahuan, sama dengan halnya pengetahuan yang diakui Siva Monistik, sebagai Siva, Sakti, Sadasiva, Isvara, dan Vidya. Perbedaan yang terjadi pada penyimoulan dasar dari monisme dan dualis, adalah penyamaan atau perbedaan dari perbedaan efisien dan penyebab material.
            Sang Roh pribadi (Pasu) dengan pengalaman yang panjang, belajar bahwa Samsara ini penuh dengan penderitaan dan bersifat sementara dan bahwa ia dapat mencapai kebahagiaan abadi kekekalan hanya dengan pencapaian Sivatva atau hakekat Siva atau realisasi Tuhan. Ia mengembangkan Vairagya (ketidakterikatan) dan Viveka (pembedaan antara yang nyata dan yang tidak nyata, yang tetap dengan yang berubah).
            Saiva Siddhanta Dualis juga membagi Jiva atau Pasu menjadi 3 keadaan, yaitu : Vijnanakala, Pralayakala, dan Sakala. Pada Vijnanakala, sang roh hanya memiliki Anavamala (keakuan) dimana Maya Dan Karma telah terlepaskan. Pada Pralayakala mereka hanya terbebas dari Maya saja pada tahapan Pralayakala, sedangkan pada Sakala, semua cacat atau ketidak murnian masih ada. Mala-mala tersebut berpengaruh pada Jiva (roh) dan bukan pada Siva.
            Ketiga belenggu dapat dilepaskan hanya melalui Tapas yang ketat, disiplin yang keras, bantuan seorang Guru dan di atas semua itu adalah karunia dari Siva. Carya (penyelidikan), Kriya (upacara), dan Yoga, menyusun disiplin tersebut dan dengan pelaksanaan yang sungguh-sungguh, ia mendapatkan karunia dari Siva, sehingga roh dapat mewujudkan hakekatnya sebagai Siva (Jnana).
            Pencapaian Sivatva atau hakekat jiwa bukan dimaksudkan penggabungan sepenuhnya antara roh dengan Siva, karena roh yang terbebas tidak kehilangan kepribadiannya. Sivatva merupkan realisasi dari identitas inti, kendati pun berbeda. Roh mencapai hakekat Siva atau Tuhan, tetapi dirinya bukanlah Siva atau Tuhan.
            Konsep Moksa yang diakui dalam Saiva Siddhanta Dualis, ada 2 macam, seperti diuraikan didepan, yaitu Para Moksa, dan Apara Moksa, atau pembebasan yang lebih tinggi dan pembebasan yang lebih rendah. (SISTEM FILSAFAT HINDU) (SARVA DARSANA SAMGRAHA)
Yang disusun oleh : I Wayan Maswinara
Penerbit PARAMITA Surabaya 1999
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar